Monday, April 29, 2013

Sanitasi Alat Makan

Pencegahan Kontaminasi Makanan

hay semuanya pada blog saya yang sekarang saya akan membahas mengenai sanitasi pada alat makan'masih yang berhubungan dengan jurusan saya yaitu kesehatan lingkungan. disimak ya buat kesehatan kita :). 
Salah satu sumber penularan penyakit dan penyebab terjadinya keracunan makanan adalah makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat higiene. Keadaan higiene makanan dan minuman antara lain dipengaruhi oleh higiene alat masak dan alat makan yang dipergunakan dalam proses penyediaan makanan dan minuman. Alat masak dan alat makan ini perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikrobiologi usap alat makan meliputi pemeriksaan angka kuman.
Sanitasi alat makan dimaksudkan untuk membunuh sel mikroba vegetatif yang tertinggal pada permukaan alat. Agar proses sanitasi efisien maka permukaan yang akan disanitasi sebaiknya dibersihkan dulu dengan sebaik-baiknya Pencucian dan tindakan pembersihan pada peralatan makan sangat penting dalam rangkaian pengolahan makanan. Menjaga kebersihan peralatan makan telah membantu mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi terhadap peralatan dilakukan dengan pembersihan peralatan yang benar ).

Pencucian dan sanitasi peralatan dapur dapat dilakukan secara manual dan mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian manual maupun mekanis pada umumnya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

Pembuangan sisa makanan dan pembilasan: Sisa makanan dibuang kemudian peralatan dibilas atau disemprot dengan air mengalir. Tujuan tahap ini adalah menjaga agar air dalam bak-bak efisien penggunaannya.

Pencucian: Pencucian dilakukan dalam bak pertama yang berisi larutan deterjen hangat. Suhu yang digunakan berkisar antara 43°C- 49°C (Gislen, 1983). Pada tahap ini diperlukan alat bantu sikat atau spon untuk membersihkan semua kotoran sisa makanan atau lemak. Hal yang penting untuk diperhatikan pada tahap ini adalah dosis penggunaan deterjen, untuk mencegah pemborosan dan terdapatnya residu deterjen pada peralatan akibat penggunaan deterjen yang berlebihan.

Pembilasan: Pembilasan dilakukan pada bak kedua dengan menggunakan air hangat. Pembilasan dimaksud untuk menghilangkan sisa deterjen dan kotoran. Air bilasan sering digantikan dan akan lebih baik jika dengan air mengalir.

Sanitasi atau desinfeksi peralatan setelah pembilasan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode pertama adalah meletakkan alat pada suatu keranjang, kemudian merendamnya di bak ketiga yang berisi air panas bersuhu 82°C selama 2 menit atau 100oC selama 1 menit. Cara lainnya adalah dengan menggunakan bahan sanitaiser seperti klorin dengan dosis 50 ppm dalam air selama 2 menit kemudian ditempatkan di tempat penirisan. Disarankan untuk sering mengganti air pada ketiga bak yang digunakan. Selain itu suhu air juga harus dicek dengan termometer yang akurat untuk menjamin efektivitas proses pencuciannya

Penirisan atau pengeringan: Setelah desinfeksi peralatan kemudian ditiriskan dan dikeringkan. Tidak diperkenankan mengeringkan peralatan, terutama alat saji dengan menggunakan lab atau serbet, karena kemungkinan akan menyebabkan kontaminasi ulang. Peralatan yang sudah disanitasi juga tidak boleh dipegang sebelum siap digunakan.
Sanitasi Alat Makan

Desinfeksi Peralatan: Peralatan dapur harus segera dibersihkan dan didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara, maupun penyajian. Diketahui bahwa peralatan dapur seperti alat pemotong, papan pemotong, dan alat saji merupakan sumber kontaminan potensial bagi makanan.
Frekuensi pencucian dari alat dapur tergantung dari jenis alat yang digunakan. Alat saji dan alat makan harus dicuci, dibilas dan disanitasi segera setelah digunakan. Permukaan peralatan yang secara langsung kontak dengan makanan seperti pemanggang atau open (open listrik, kompor gas, maupun microwave) dibersihkan paling sedikit satu kali sehari. Peralatan bantu yang tidak secara langsung bersentuhan dengan makanan harus dibersihkan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya akumulasi debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta kotoran lainnya.
Article Source:
  • Mikrobiologi Pangan. Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Balai Pengawasan Obat dan Makanan: BPOM, 2003, Jakarta.

Sunday, April 14, 2013

Sanitasi Lingkungan


BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG SANITASI LINGKUNGAN

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Kecenderungan ini juga semakin mendapatkan legitimasi seiring dengan munculnya Flu Burung dan Flu Babi, dua penyakit yang sangat berkaitan dengan sanitasi lingkungan.

Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Data Susenas 2001).

Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan masalah sanitas i- cakupan air bersih dan jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit yang tidak terkendali (nyamuk, lalat, kecoa, ginjal, tikus dan lain-lain), pemaparan akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat. 

MASALAH_SANITASI LAINPara ahli kesehatan masyarakat sebetulnya sudah sangat sepakat dengan kesimpulan H.L Bloom yang mengatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap terciptanya peningkatan derajat kesehatan seseorang berasal dari kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan faktor yang lain. Namun energi dan kebijakan anggaran agaknya masih masih sangat cenderung kepada program yang bersifat kuratif.

Bahkan, lebih jauh menurut hasil penelitian para ahli, ada korelasi yang sangat bermakna antara kualitas kesehatan lingkungan dengan kejadian penyakit menular maupun penurunan produktivitas kerja. Pendapat ini menunjukkan bahwa demikian pentingnya peranan kesehatan lingkungan bagi manusia atau kualitas sumber daya manusia. 

Pengertian sehat menurut WHO adalah “Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”.
Sedangkan menurut UU No 23 / 1992 Tentang kesehatan “Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”
Pengertian Lingkungan Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976) adalah ”Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”
Terdapat beberapa pendapat tentang pengertian Kesehatan Lingkungan sebagai berikut :
  • Pengertian Kesehatan Lingkungan Menurut World Health Organisation (WHO) pengertian Kesehatan Lingkungan : Those aspects of human health and disease that are determined by factors in the environment. It also refers to the theory and practice of assessing and controlling factors in the environment that can potentially affect health. Atau bila disimpulkan “Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.”
  • Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) : Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
  • Apabila disimpulkan Pengertian Kesehatan Lingkungan adalah : Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.

Sanitasi
Beberapa pengertian Sanitasi (dari berbagai sumber) :
bEBERAPA_POTRET_SANITASI_KITASanitation is the hygienic means of preventing human contact from the hazards of wastes to promote health. Hazards can be either physical, microbiological, biological or chemical agents of disease. Wastes that can cause health problems are human and animal feces, solid wastes, domestic wastewater (sewage, sullage, greywater), industrial wastes, and agricultural wastes. Hygienic means of prevention can be by using engineering solutions (e.g. sewerage and wastewater treatment), simple technologies (e.g.latrines, septic tanks), or even by personal hygiene practices (e.g. simple handwashingwith soap)-WHO
The term "sanitation" can be applied to a specific aspect, concept, location, or strategy, such as:
  • Basic sanitation - refers to the management of human feces at the household level. This terminology is the indicator used to describe the target of the Millennium Development Goal on sanitation.
  • On-site sanitation - the collection and treatment of waste is done where it is deposited. Examples are the use of pit latrines, septic tanks, and imhoff tanks.
  • Food sanitation - refers to the hygienic measures for ensuring food safety.
  • Environmental sanitation - the control of environmental factors that form links in disease transmission. Subsets of this category are solid waste management, water and wastewater treatment, industrial waste treatment and noise and pollution control.
  • Ecological sanitation - a concept and an approach of recycling to nature the nutrients from human and animal wastes.
Sanitation generally refers to the provision of facilities and services for the safe disposal of human urine and faeces. Inadequate sanitation is a major cause of disease world-wide and improving sanitation is known to have a significant beneficial impact on health both in households and across communities. The word 'sanitation' also refers to the maintenance of hygienic conditions, through services such as garbage collection and wastewater disposal (Sanitation and public health)
Pengertian sanitasi adalah sesuatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Azwar,1990).

Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara negara berkembang. Karena menurut WHO, penyakit diare membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena access pada sanitasi masih terlalu rendah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional .
Terdapat beberapa data yang mendukung, antara lain :
  1. Terdapat 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka (Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006)
  2. Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (1) setelah buang air besar 12%, (2) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (3) sebelum makan 14%, (4) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (5) sebelum menyiapkan makanan 6 %.
  3. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20 % merebus air untuk mendapatkan air minum, namun 47,50 % dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.
Kerugian Akibat Sanitasi yang burukKondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar 94%. 

Pemerintah juga telah sepakat dengan komitmen untuk mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.

Warung Makanan dan Foodborne Diseases


Pengertian dan Kriteria Warung Makanan atau Street Food

Menurut Abdussalam (1993), sejumlah kasus infeksi bakteri bawaan makanan dan keracunan telah ditemukan pada makanan jalanan. Kolera, hepatitis A, tipus dan penyakit lainnya dapat ditularkan melalui makanan. Namun belum ditemukan bukti yang meyakinkan bahwa makanan jalanan penyebab dominan terjadinya transmisi infeksi dan keracunan makana. Pada beberapa kasus, bahan adiktif dan bahan kimia berbahaya, pewarna dan pengawet yang tidak diperbolehkan, telah ditemukan dalam makanan jalanan. 

Menurut Buckle (1985), bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap manusia. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tipes, kolera, disentri, TBC dan poliomilitis dengan mudah disebarkan melalui bahan pangan. Mikroorganisme dalam bahan makanan ada yang alami maupun yang didapat dari sumber lain. 

Terdapat beberapa contah peran bahan makanan dalam penularan berbagai penyakit dan masalah kesehatan masyarakat. Sebagaimana pada permukaan buah-buahan dan sayuran terdapat mikroorganisme alami, tipe dan kandungan mikroorganismenya bervariasi tergantung dari kondisi tanah, pestisida yang digunakan serta kualitas air dan udara. Jamur, ragi, bakteri asam laktat dan bakteri seperti Pseudomonas, Alcali genes, Micrococcus, Erwinia, Bacillus, Clostridium dan Enterobacter banyak ditemukan pada buah dan sayuran. 

Sementara pada ikan dan kerang, mikroflora patogen yang banyak terdapat didalamnya antara lain Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus dan Vibrio cholerae. Ikan dan produk laut lainnya harus bebas dari polusi selama masa pembiakan serta menggunakan air yang telah direkomendasikan. Pencemaran ikan dan kerang dapat terjadi karena polusi air yang digunakan untuk kehidupannya, serta pengolahan pasca panen yang tidak baik. Produk hasil ikan, misalnya ikan asap, dapat tercemar akibat cara penanganan yang salah, sehingga terjadi perubahan bau dan rasa (Jekti, 1990). 

Pada daging segar, potensi pencemaran dapat terjadi sejak proses pemotongan, penanganan dan pengolahan menjadi produk lain. Daging dan produk hewani lainnya dapat terkontaminasi beberapa mikroorganisme patogen dari kulit, rambut dan bulunya. Mikroorganisme yang sering didapat dari sumber makanan ini adalah Staphylococcus aureus, Micrococcus spp., Propionibacterium spp., Corynebacterium spp. serta jamur dan ragi. Proses penyembelihan, pencucian dan penghilangan bulu hewan tersebut diharapkan menggunakan air yang bersih. Selama proses persiapan bahan makanan, sangat dibutuhkan sanitasi untuk menjaga kuantitas mikroorganisme dan kualitasnya agar tetap pada level yang aman (Ray, 1996). Sedangkan Pada telur dan hasil olahannya, bakteri yang sering dijumpai karena proses terjadinya pencemaran antara lain Salmonella sp dan Staphylococcus aureus 

Foodborne diseases merupakan penyakit yang timbul karena mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi mikroorganisme pathogen. Menurut WHO, foodborne diseases lazim didefinisikan sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agent yang masuk dalam tubuh melalui makanan yang dicerna. Pada umumnya terdapat tiga penyebab utama foodborne diseases, yaitu kuman, virus ataupun racun dalam makanan tersebut yang secara alamiah ada maupun yang dicampurkan. Berdasarkan data lebih dari 90% penyebab terjadinya foodborne diseases karena kontaminasi mikrobiologi, meliputi penyakit tipus, disentri bakteri/amuba, botulism dan intoksikasi bakteri lainnya, serta hepatitis A dan trichinellosis (Winarno, 1997).
Makanan didefinisikan sebagai segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberi tenaga atau mengatur semua proses dalam tubuh. Menurut Winarno (1997), saat ini makanan tidak lagi dipandang hanya sebagai sumber kalori, protein, vitamin dan mineral. Lebih dari itu zat-zat yang terkandung dalam makanan yang bermutu tinggi dapat berperan besar dalam meningkatkan ketajaman daya pikir dan kecerdasan, serta penting artinya bagi kepekaan kita terhadap rasa seni, budaya, keindahan serta religi. Pendek kata, pangan tidak hanya berpengaruh pada mutu keadaan fisik tetapi juga mutu kehidupan dan keluhuran manusia.
Pengertian warung makan menurut kamus bahasa Indonesia, didefinisikan sebagai tempat yang digunakan untuk berjualan makanan. Pada tataran serupa, FAO (2001) menyatakan bahwa warung makan sebagai street food, merupakan makanan dan minuman siap konsumsi yang dipersiapkan dan atau atau dijual di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya. 

Terdapat beberapa kriteria warung sehat menurut Winslow sebagai berikut :
  1. Memenuhi kebutuhan fisiologis berupa ruangan yang ada ventilasi supaya ada pertukaran udara dan agar ruangan dalam mendapat sinar matahari.
  2. Memenuhi syarat psikologis berupa keadaan warung dengan mana pengaturannya memenuhi rasa keindahan, kebebasan yang cukup dan aman.
  3. Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, bangunan harus kuat sehingga tidak mudah ambruk dan diusahakan tidak mudah terbakar terutama yang menggunakan kompor gas.
  4. Menghindari terjadinya penyakit, harus ada sumber air sehat, ada tempat pembuangan kotoran sampah dan air limbah untuk mencegah perkembangan faktor penyakit nyamuk, lalat dan tikus
Faktor-faktor berikut dapat menimbulkan bahaya kesehatan jika tidak dikelola atau dikendalikan terkait dengan street food  atau warung makan (Abdussalam, 1993).
  • Ditengarai untuk menjaga harga tetap kompetitif, beberapa warung makan dapat membeli bahan baku kualitas meragukan, atau mungkin mengandung bahan aditif dilarang.
  • Fasilitas penyimpanan, pengolahan dan memasak sering tidak memadai, terutama jika persiapan dilakukan pada tempat penjualan.
  • Pasokan air untuk mencuci dan memasak umumnya bermasalah, banyak warung menggunakan kembali air untuk mencuci peralatan. Juga tidak adanya saluran PDAM pada warung mereka.
  • Tempat penyimpanan berpendingin, sangat jarang ditemukan pada warung makan. Juga tempat penyimpanan yang memungkinkan dapat diakses oleh hewan pengerat, serangga dan hama lainnya.
  • Kurang terpenuinya fasilitas untuk pembuangan limbah padat danlimbah cair.

Cukup sampai sini aja dech
bye bye :0
asslkum :)

Ayo mulai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dari sekarang :)



Tatanan dan Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar, maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Program Perilaku hidup Bersih dan Sehat (PHBS) telah diluncurkan sejak tahun 1996 oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, yang sekarang bernama Pusat Promosi Kesehatan.

Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan program PHBS, mulai dari pelatihan petugas pengelola PHBS tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan Puskesmas, memproduksi dan menyebarkan buku Panduan Manajemen Penyuluh Kesehatan Masyarakat tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Puskesmas; memproduksi dan menyebarkan buku Pedoman Program PHBS di tatanan rumah tangga, tatanan tempat umum, tatanan sarana kesehatan, serta membuat buku saku PHBS untuk petugas puskesmas. Hasilnya sampai tahun 2001 tenaga kesehatan yang telah terlatih PHBS tingkat provinsi 100% (30 provinsi), 76% kabupaten/kota, 71.3% puskesmas. Pencapaian klasifikasi III dan IV (1998) 38.89% tatanan rumah tangga, 50% institusi pendidikan, 33.3% tatanan tempat kerja, 35.3% tatanan tempat umum.


Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program PHBS adalah kemitraan/ dukungan lintas program/lintas sektor rendah, kemampuan teknis petugas rendah, mutasi petugas terlatih, alokasi dana terbatas, perubahan struktur organisasi, Indikator PHBS skala Nasional, indikator PHBS tatanan, pemetaan tatanan sehat, pemetaan PHBS individu. Altematif pemecahan adalah melalui kegiatan advokasi kebijakan, koordinasi dan keterpaduan manajemen, peningkatan kemampuan teknis pelaksana PHBS, menetapkan indikator PHBS individu skala nasional dan pembobotan, menetapkan indikator PHBS tatanan, melakukan asistensi, pemetaan tatanan sehat serta PHBS individu.


Berdasarkan pengalaman dari lapangan, salah satu altematif pemecahan masalah yang perlu segera dilaksanakan adalah review buku Panduan Manajemen Penyuluhan Kesehatan Masyarakat tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskesmas yang dikeluarkan tahun 1997, karena buku panduan tersebut sudah tidak cocok lagi digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pada era otonomi daerah. Untuk itu perlu perbaikan mulai dari pengkajian sampai dengan pemantauan dan penilaian.


Perilaku Sehat: Adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat.


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS): Adalah wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam hal ini ada 5 program priontas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, Dana Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM.


Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS): Adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.


Tatanan: Adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dan lain-lain. Dalam hal ini ada 5 tatanan PHBS yaitu Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Sarana Kesehatan dan Tempat Tempat Umum.

Manajemen PHBS: Adalah pengelolaan PHBS yang dilaksanakan melalui 4 tahap kegiatan. yaitu :
1). Pengkajian, 
2). Perencanaan,
3). penggerakkan pelaksanaan,
4). pemantauan dan penilaian.


Mari kita memulai prilaku hidup bersih dan sehat :)

Friday, April 12, 2013

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL)




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir diseluruh permukaan bumi. Diperkirakan diseluruh dunia terdapat lebih kurang 85.000 jenis lalat, tetapi semua jenis lalat terdapat di Indonesia. Jenis lalat yang paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia canicularis). Lalat juga merupakan spesies yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat yaitu sebagai  vektor penularan penyakit saluran pencernaan. Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan agent infection dari sumber infeksi kepada host yang rentan (Kusnoputranto, 2000).
Lalat umumnya mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil yang digunakan untuk menjaga stabilitas saat terbang. Lalat sering hidup di antara manusia dan sebagian jenis dapat menyebabkan penyakit yang serius. Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).
Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu–bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia, dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes, 2001).
1.      Pola Hidup Lalat
Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes, 1992):
a.       Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik, tinja,sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang menumpuk secara kumulatif sangat disenangi oleh lalat dan larva lalat, sedangkan yang tercecer dipakai tempat berkembang biak lalat.
b.      Jarak Terbang
Jarak terbang sangat tergantung pada adanya makan yang tersedia. Jarak terbang efektif adalah 450.900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km.
c.       Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan yang lain. Lalat sangan tertarik pada makan yang dimakan oleh manusia sehari-hari, seperti gula, susu, dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makan yang basah, sedangkan makan yang kering dibasahi oleh ludahnya terlebih dahulu lalu dihisap.
d.      Tempat Istirahat
Pada siang hari, bila lalat tidak mencari makan, mereka akan beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta tempat-tempat dengan yang tepi tajam dan permukaannya vertikal. Biasanya tempat istirahat ini terletak berdekatan dengan tempat makannya atau tempat berkembang biaknya, biasanya terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut biasanya tidak lebih dari 4,5 meter di atas permukaan tanah.
e.       Lama Hidup
Pada musim panas, berkisar antara 2-4 pekan. Sedangakan pada musim dingin bisa mencapai 20 hari.
f.       Temperatur
Lalat mulai terbang pada temperatur 15oC dan aktifitas optimumnya pada temperatur 21oC. Pada temperatur di bawah 7,5oC tidak aktif dan diatas 45oC terjadi kematian.
g.      Kelembaban
                    Kelembaban erat kaitannya dengan temperatur setempat.
h.      Cahaya
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototrofik, yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan.
2.      Kepadatan Lalat
Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat dampak yang ditimbulkan. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menetukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.
Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :
a.       Tingkat kepadatan lalat
b.      Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat
c.       Jenis-jenis lalat
Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupan/kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain (Depkes, 1992):
a.       Pemukiman penduduk
b.      Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya)
c.       Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang berdekatan dengan pemukiman
d.      Lokasi sekitar  Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman
Untuk mengetahui angka kepadatan lalat disuatu wilayah dilakukan dengan cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat dilakukan pada :
a.       Setiap kali dilakukan pengendalian lalat (sebelum dan sesudah)
b.      Memonitoring secara berkala, yang dilakukan setidaknya 3 bulan sekali.

3.      Interpretasi Kepadatan Lalat
Angka rata-rata penghitungan lalat merupakan petunjuk (indeks) populasi pada suatu lokasi tertentu. Sedangkan sebagai interprestasi hasil pengukuran indeks populasi lalat pada setiap lokasi atau fly grill adalah sebagai berikut :
a.        0 – 2       : Rendah atau tidak menjadi masalah
b.       3 – 5       : Sedang dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat     berkembang biakan lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain)
c.       6 – 20   : Tinggi/padat dan perlu pengamanan terhadap tempat- tempat berkembang biakan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.
d.      > 21      : Sangat tinggi/sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat–tempat  perkembangbiakan lalat dan tindakan pengendalian lalat.
Lalat menyukai tempat-tempat yang berbau menyengat dan tempat yang cukup lembab. Keberadaan lalat memang cukup mengganggu, tidak hanya dalam estetika saja, tetapi juga menyebabkan penyakit. Seperti di TPS Ngabean dimana tidak jauh dari lokasi tersebut yang hanya berjarak ± 5 meter terdapat beberapa warung makan yang tentunya hal ini dapat mengganggu sanitasi makanan di lokasi tersebut. Maka kami mencoba membuat rekayasa fly grill yang bertujuan pada umumnya alat tersebut dibuat yaitu mengetahui jumlah kepadatan lalat.

B.     Tujuan
Tujuan Umum
Pembuatan inovasi fly grill ini dimaksudkan supaya dapat mempermudah dalam  kelancaran pelaksanaan praktek penghitungan kepadatan lalat.
Tujuan Khusus
1.      Mempermudah praktikan dalam membawa fly grill selama pelaksanaan praktek penghitungan kepadatan lalat.
2.      Mempermudah praktikan dalam menyimpan fly grill selama pelaksanaan praktek penghitungan kepadatan lalat.
3.      Membuat lalat tertarik untuk hinggap dibandingkan dengan fly grill yang dilakukan pengecatan.




BAB II
ISI

A.    Pembuatan
1.      Alat dan Bahan

Alat :
No
Nama Alat
Satuan
Jumlah
1.
Gergaji kayu
Buah
2
2.
Mistar 100 cm
Buah
2
3.
Palu
Buah
2
4.
Siku
Buah
1
5.
Rol meter
Buah
1
6.
Tas fly grill
Buah
1









Bahan :
No
Nama Bahan
Satuan
Jumlah
1.
Balok kayu ukuran 2 cm x 2 cm x 80 cm
Batang
20
2.
Ampelas halus
Lembar
1
3.
Karet
Buah
1
4.
Paku
Kg
1

2.      Cara Pembuatan Alat
a.       Mengukur dan memotong balok kayu masing-masing dengan panjang 80 cm
b.      Mengukur dan memahat balok kayu dengan jarak 2 cm
c.       Menghaluskan kayu dengan ampelas, dan membersihkannya dengan kain lap sampai bersih
b.      Memotong ban dengan panjang 80 cm
c.       Menghubungkan 2 bilah kayu dengan ban yang telah dipotong dengan jarak 2 cm yang disambung dengan paku sampai bilah kayu terakhir
d.      Melakukan hal yang sama hingga keempat sisi fly grill tertutup dengan ban pada kedua sisinya
e.       Melakukan uji fungsi fly grill.

3.      Anggaran Biaya
No
Kebutuhan
Jumlah
Harga @
Jumlah Harga
1
Ampelas halus
1
Rp.   3.000,00
Rp.   3.000,00
2
Karet
1
Rp. 30.000,00
Rp. 30.000,00
3
Paku
1
@ kg
Rp. 12.000,00
Rp. 12.000,00
4
Tas fly grill
1
Rp. 10.000,00
Rp. 10.000,00
Total Jumlah
Rp. 55.000,00

B.     Rencana Uji Fungsi
1.      Menentukan lokasi penghitungan kepadatan lalat
2.      Mengeluarkan fly grill dari tas
3.      Meletakkan fly grill kontrol dan fly grill rekayasa pada titik sampling yang telah ditentukan
4.      Menghitung kepadatan lalat di titik tersebut dengan durasi setiap 30 detik ada berapa lalat yang menempel. Kemudian tiap titik diulang 10 kali.
5.      Mengulangi penghitungan kepadatan lalat pada titik yang berbeda hingga mendapatkan 3 titik.
6.      Menghitung rata-rata kepadatan lalat setiap titik dari 5 penghitungan tertinggi kemudian dibagi 5
7.      Hasil dari setiap titik kemudian dijumlahkan dan dicari rata-ratanya
8.      Hasil kepadatan lalat tersebut lalu dibandingkan dengan interpretasi untuk merencanakan tindakan selanjutnya.