BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lalat merupakan salah satu insekta
(serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta yang mempunyai
sepasang sayap berbentuk membran. Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya
kehidupan lalat dijumpai merata hampir diseluruh permukaan bumi. Diperkirakan
diseluruh dunia terdapat lebih kurang 85.000 jenis lalat, tetapi semua jenis
lalat terdapat di Indonesia. Jenis lalat yang paling banyak merugikan manusia
adalah jenis lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia
sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia
canicularis). Lalat juga merupakan spesies yang berperan dalam masalah
kesehatan masyarakat yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran
pencernaan. Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau
menularkan agent infection dari sumber infeksi kepada host yang rentan
(Kusnoputranto, 2000).
Lalat umumnya mempunyai sepasang
sayap asli serta sepasang sayap kecil yang digunakan untuk menjaga stabilitas
saat terbang. Lalat sering hidup di antara manusia dan sebagian jenis dapat
menyebabkan penyakit yang serius. Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat
serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman
yang jatuh ke tempat tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk
bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka
terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang
akurat (Suska, 2007).
Penularan penyakit terjadi secara
mekanis, dimana bulu–bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari
lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal
dari sampah, kotoran manusia, dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke
makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan oleh
manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit
pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat
antara lain disentri, kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang
berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes, 2001).
1. Pola Hidup Lalat
Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut
(Depkes, 1992):
a. Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah,
benda-benda organik, tinja,sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan
busuk. Kotoran yang menumpuk secara kumulatif sangat disenangi oleh lalat dan
larva lalat, sedangkan yang tercecer dipakai tempat berkembang biak lalat.
b. Jarak Terbang
Jarak terbang sangat tergantung pada adanya makan yang
tersedia. Jarak terbang efektif adalah 450.900 meter. Lalat tidak kuat terbang
menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km.
c. Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan
yang satu ke makanan yang lain. Lalat sangan tertarik pada makan yang dimakan
oleh manusia sehari-hari, seperti gula, susu, dan makanan lainnya, kotoran manusia
serta darah. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk
cair atau makan yang basah, sedangkan makan yang kering dibasahi oleh ludahnya
terlebih dahulu lalu dihisap.
d. Tempat Istirahat
Pada siang hari, bila lalat tidak mencari makan,
mereka akan beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian,
rumput-rumput, kawat listrik, serta tempat-tempat dengan yang tepi tajam dan
permukaannya vertikal. Biasanya tempat istirahat ini terletak berdekatan dengan
tempat makannya atau tempat berkembang biaknya, biasanya terlindung dari angin.
Tempat istirahat tersebut biasanya tidak lebih dari 4,5 meter di atas permukaan
tanah.
e. Lama Hidup
Pada musim panas, berkisar antara 2-4 pekan.
Sedangakan pada musim dingin bisa mencapai 20 hari.
f. Temperatur
Lalat mulai terbang pada temperatur 15oC
dan aktifitas optimumnya pada temperatur 21oC. Pada temperatur di
bawah 7,5oC tidak aktif dan diatas 45oC terjadi kematian.
g. Kelembaban
Kelembaban erat kaitannya dengan
temperatur setempat.
h. Cahaya
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototrofik,
yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan
adanya sinar buatan.
2. Kepadatan Lalat
Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat
penting, mengingat dampak yang ditimbulkan. Untuk itu sebagai salah satu cara
penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan
lalatnya. Dalam menetukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat
dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.
Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah
untuk mengetahui tentang :
a. Tingkat kepadatan lalat
b. Sumber-sumber tempat berkembang
biaknya lalat
c. Jenis-jenis lalat
Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang
berdekatan dengan kehidupan/kegiatan manusia karena berhubungan dengan
kesehatan manusia, antara lain (Depkes, 1992):
a. Pemukiman penduduk
b. Tempat-tempat umum (pasar, terminal,
rumah makan, hotel, dan sebagainya)
c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) sampah yang berdekatan dengan pemukiman
d. Lokasi sekitar Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman
Untuk mengetahui angka kepadatan lalat disuatu wilayah
dilakukan dengan cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat
hendaknya dapat dilakukan pada :
a. Setiap kali dilakukan pengendalian
lalat (sebelum dan sesudah)
b. Memonitoring secara berkala, yang
dilakukan setidaknya 3 bulan sekali.
3. Interpretasi Kepadatan Lalat
Angka rata-rata penghitungan lalat merupakan petunjuk
(indeks) populasi pada suatu lokasi tertentu. Sedangkan sebagai interprestasi
hasil pengukuran indeks populasi lalat pada setiap lokasi atau fly grill
adalah sebagai berikut :
a. 0 – 2 : Rendah
atau tidak menjadi masalah
b. 3 – 5 : Sedang
dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat berkembang biakan lalat (tumpukan sampah,
kotoran hewan, dan lain-lain)
c. 6 – 20
: Tinggi/padat dan perlu pengamanan terhadap tempat- tempat berkembang
biakan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.
d. >
21 : Sangat tinggi/sangat padat dan perlu
dilakukan pengamanan terhadap tempat–tempat perkembangbiakan lalat dan
tindakan pengendalian lalat.
Lalat menyukai tempat-tempat yang berbau menyengat dan
tempat yang cukup lembab. Keberadaan lalat memang cukup mengganggu, tidak hanya
dalam estetika saja, tetapi juga menyebabkan penyakit. Seperti di TPS Ngabean
dimana tidak jauh dari lokasi tersebut yang hanya berjarak ± 5 meter terdapat
beberapa warung makan yang tentunya hal ini dapat mengganggu sanitasi makanan
di lokasi tersebut. Maka kami mencoba membuat rekayasa fly grill yang
bertujuan pada umumnya alat tersebut dibuat yaitu mengetahui jumlah kepadatan
lalat.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Pembuatan inovasi fly grill ini dimaksudkan
supaya dapat mempermudah dalam kelancaran pelaksanaan praktek
penghitungan kepadatan lalat.
Tujuan Khusus
1. Mempermudah praktikan dalam membawa fly
grill selama pelaksanaan praktek penghitungan kepadatan lalat.
2. Mempermudah praktikan dalam
menyimpan fly grill selama pelaksanaan praktek penghitungan kepadatan
lalat.
3. Membuat lalat tertarik untuk hinggap
dibandingkan dengan fly grill yang dilakukan pengecatan.
BAB II
ISI
A. Pembuatan
1. Alat dan Bahan
Alat :
No
|
Nama Alat
|
Satuan
|
Jumlah
|
1.
|
Gergaji
kayu
|
Buah
|
2
|
2.
|
Mistar 100
cm
|
Buah
|
2
|
3.
|
Palu
|
Buah
|
2
|
4.
|
Siku
|
Buah
|
1
|
5.
|
Rol meter
|
Buah
|
1
|
6.
|
Tas fly
grill
|
Buah
|
1
|
Bahan :
No
|
Nama Bahan
|
Satuan
|
Jumlah
|
1.
|
Balok kayu ukuran 2 cm x 2 cm x 80 cm
|
Batang
|
20
|
2.
|
Ampelas halus
|
Lembar
|
1
|
3.
|
Karet
|
Buah
|
1
|
4.
|
Paku
|
Kg
|
1
|
2. Cara Pembuatan Alat
a. Mengukur dan memotong balok kayu
masing-masing dengan panjang 80 cm
b. Mengukur dan memahat balok kayu
dengan jarak 2 cm
c. Menghaluskan kayu dengan ampelas,
dan membersihkannya dengan kain lap sampai bersih
b. Memotong ban dengan panjang 80 cm
c. Menghubungkan 2 bilah kayu dengan
ban yang telah dipotong dengan jarak 2 cm yang disambung dengan paku sampai
bilah kayu terakhir
d. Melakukan hal yang sama hingga
keempat sisi fly grill tertutup dengan ban pada kedua sisinya
e. Melakukan uji fungsi fly grill.
3. Anggaran Biaya
No
|
Kebutuhan
|
Jumlah
|
Harga @
|
Jumlah Harga
|
1
|
Ampelas halus
|
1
|
Rp. 3.000,00
|
Rp. 3.000,00
|
2
|
Karet
|
1
|
Rp. 30.000,00
|
Rp. 30.000,00
|
3
|
Paku
|
1
|
@ kg
Rp. 12.000,00
|
Rp. 12.000,00
|
4
|
Tas fly grill
|
1
|
Rp. 10.000,00
|
Rp. 10.000,00
|
Total Jumlah
|
Rp. 55.000,00
|
B. Rencana Uji Fungsi
1. Menentukan lokasi penghitungan
kepadatan lalat
2. Mengeluarkan fly grill dari
tas
3. Meletakkan fly grill kontrol
dan fly grill rekayasa pada titik sampling yang telah ditentukan
4. Menghitung kepadatan lalat di titik
tersebut dengan durasi setiap 30 detik ada berapa lalat yang
menempel. Kemudian tiap titik diulang 10 kali.
5. Mengulangi penghitungan kepadatan
lalat pada titik yang berbeda hingga mendapatkan 3 titik.
6. Menghitung rata-rata kepadatan lalat
setiap titik dari 5 penghitungan tertinggi kemudian dibagi 5
7. Hasil dari setiap titik kemudian
dijumlahkan dan dicari rata-ratanya
8. Hasil kepadatan lalat tersebut lalu
dibandingkan dengan interpretasi untuk merencanakan tindakan selanjutnya.